Latest update January 29th, 2018 5:48 PM
Home » Liputan » Era Bisnis Bagi Start-Up
Martin Hartono dari Grup Djarum, mengomandani pendirian usaha berbasis bisnis digital dengan nama Global Digital Prima (GDP) dan membentuk semacam unit bisnis inkub ator bernama Merah Putih Inc. (MPI). Beberapa start-up lokal telah diakuisisi dan kini menjadi binaan MPI. Bahkan, baru-baru ini GDP menggaet situs forum terbesar di Tanah Air, yakni KasKus, sebagai salah satu binaannya, dengan nilai akuisisi sekitar Rp 500 miliar. Grup Telkom lewat Indigo -nya juga menyeleksi dan membina sejumlah pebisnis start-up lokal. Grup Samp o erna, lewat unit p engembangan bisnis bernama Mekar, juga mulai berkiprah di bidangpengembangan start-up. Yangrelatif baru, Grup Kompas telah mengambil alih Urbanesia dari tangan East Ventures. Namun, yang paling heboh tentu saja langkah Grup Para mengakuisisi 100% saham portal berita terbesar di Indonesia, Detik.com, dari tangan Abdul Rahman clkk. dengan nilai akuisisi Rp 640 miliar (alias nilai akuisisi bisnis dotcom yang terbesar di Indonesia hingga saat ini).
Di luar konteks pengembangan start-up, beberapa korporasi besar pun mencoba kiprahnya di bisnis digital, yang tentu saja akan memberikan pengaruh kompetisi pada bisnis start-up. Dalam konteks ini, Telkom telah memulai lebih dini dengan mengembangkan sendiri (bukan akuisisi) online marketplace dengan investasi relatif besar bernama Plasa.com. Lalu, Grup MNC menggandeng marketplace beken dari Jepang, Rakuten, membuka mal online bernama Rakuten Belanja Online.
Bagaimana sekarang? Rasanya euforia start-up sudah tidak begitu kelihatan lagi. Dalam sebulan, bisa terhitung dengan jari start-up yang memperoleh pemberitaan cukup besar di media mainstream nasional. Andaipun ada pemberitaan yang mencolok mata di industri digital ini, sekarang lebih banyak karena adanya aksi korporasi dari perusahaan besar yang terjun ke bidang ini – seperti dilakukan Grup Djarum, Grup Kompas dan Grup Para. “Sekarang, pertumbuhan jumlah start-up memang melambat,” kata Natali mengakui. “Tamp aknya karena makin banyak yang sadar dan tahu diri bahwa membuat bisnis start-up itu tidak gampang. Perencanaannya harus lebih serius dan tidak sekadar membuat Idon,” ujar Co-Founder Urbanesia dan COO Tiket.com ini. Sayangnya, belum ada lembaga tertentu yang meriset berapa pertumbuhan jumlah start-up di Indonesia tiap tahunnya.
Beberapa start-up yang muncul dua tahun lalu malah sudah tidak terdengar lagi kabarnya. Mengapa ini terjadi? “Mungkin karena idenya kurang feasible,” ujar Kevin Mintaraga, penggagas Project Eden, salah satu inkubator start-up lokal. Menurutnya, ada kemungkinan juga karena salah prioritas. “Sampai dananya habis dan tidak ada investor, maka mereka mati,” ujarnya. Sayangnya juga belum ada data yang tersedia berapa start–up yang mati atau tak lagi dikembangkan.
Tampaknya, para pelaku industri start-up saat ini memasuki satu fase yang berbeda dibanding fase euforia 1,5-2 tahun lalu, yakni fase realitas. Maksudnya, bahwa start-up akan memasuki kenyataan sebagai business as usual, yang bukan hanya peduli pada urusan trafik, popularitas, dan kecanggihan produk, tetapi juga harus mengelola pemasaran, keuangan, SDM, dan aspek manajerial bisnis lainnya.
Bagaimana dengan minat investor? Andrew Darwis, Co-Founder KasKus, mengaku sebenarnya hingga kini masih banyak investor yang datang menawarkan kerja sama dengan KasKus. “Cuma sekarang mereka datangnya lebih diam-diam, tidak seperti dulu,” ujar Andrew, dalam diskusi di kantor SWA. “Mungkin karena mereka sekarang lebih selektif,” katanya memperkirakan.
Menurut pakar manajemen dari FEUI Rhenald Kasali, sebagai bisnis, start-up mestinya memiliki empat komponen penting, yakni: kemampuan teknis personel intinya, jiwa kewirausahaan, kemampuan manajemen profesional, dan jaringan (termasukfmancial network). “Yang hanya mengandalkan technical skill, suatu saat akan terhenti di suatu titik, karena uangnya tidak kecil untuk menjalankan bisnis ini,” kata guru besar ilmu manajemen FEUI ini. Ia mencontohkan bagaimana Detik.comyang merupakan start-up di era 2000-an bisa membesar dan menjadi salah satu contoh start-up sukses dari Tanah Air. Ketika itu, ungkap Rhenald, hampir semua komp onen sudah dimiliki Detik.com, kecuali kemampuan manaj emen profesional dalam menjalankan bisnis. Cara yang ditempuh pentolan Detik.com adalah mengajak join Rini Suwandi, mantan CE0 Grup Astra. “Dengan cara ini kemampuan manajemen profesionalnya didapat,” ujarnya.
Jan 29, 2018 0
Aug 20, 2015 0
Aug 21, 2015 0
Aug 24, 2015 0
Aug 25, 2015 0
Aug 26, 2015 0
Jan 29, 2018 0
Jan 29, 2018 0
Jan 26, 2018 0
Jan 24, 2018 0
Jan 21, 2018 0
Jan 20, 2018 0
Nov 30, 2017 0
Bisnis Iklan di Mobil – Kegigihan I Gede Rio Harta...Sep 13, 2017 0
Bisnis Wisata Online Tripdixi – Tripdixi mulai...Aug 04, 2017 0
Technopreneur di Bidang Big Data – Menjadi eksekutif...Jul 14, 2017 0
Bisnis Nada Panggil Pribadi – Bisnis RBT marak karena...Jun 29, 2017 0
Perkembangan Bisnis Game Online – Bisnis game online...Nov 07, 2017 0
Sepak Terjang Iwan Bomba Dalam Membangun Bisnis –...Nov 07, 2017 0
Menghasilkan Rupiah Bisnis di Instagram – Bisnis...Nov 01, 2017 0
Investasi Untuk Pemula – Sejak memiliki penghasilan,...Oct 31, 2017 0
Produk Wajib Dimiiki Setelah Menikah – Salah satu...Oct 27, 2017 0
Mengatur Keuangan Untuk Single Parent – Dalam...